Seorang uskup Katolik di Filipina meminta para pemimpin gereja di negara itu untuk memperkuat suara kenabian dalam menghadapi situasi meningkatnya aturan tirani.
Uskup Broderick Pabillo, administrator apostolik Keuskupan Agung Manila, mengatakan umat Katolik harus selalu “mengeluarkan suara kenabian sambil berharap dengan sabar agar semakin banyak orang yang bersuara.”
Pernyataan itu disampaikan Uskup Pabillo dalam forum online tentang situasi hak asasi manusia di negara itu yang diselenggarakan oleh Promosi Tanggapan Warga Gereja di Australia.
Uskup Pabillo mengatakan Filipina sekarang berada di bawah “masa tirani dan kediktatoran” yang “disembunyikan dalam kedok populisme.”
Dia menuduh Presiden Rodrigo Duterte menggunakan citra populisnya untuk membuat publik percaya bahwa dia menyelamatkan mereka dari penindasan kelompok elit.
“Ide populisme, yang tidak hanya terjadi di Filipina, telah membutakan publik dengan propaganda yang bertujuan untuk menyembunyikan wajah tirani yang sebenarnya,” kata uskup Manila itu.
Dia mengatakan pemerintahan saat ini menggunakan kekuatan media sosial untuk “membingungkan” rakyat dengan menyerang para pembangkang dan orang-orang yang berbicara kebenaran tentang kekuasaan.

Uskup Pabillo mendesak masyarakat untuk bersabar karena negara harus menjalani ‘proses penyadaran’ dan membutuhkan lebih banyak orang berbicara.
Dia mengatakan negara itu membutuh 14 tahun sebelum menggulingkan mantan presiden Ferdinand Marcos pada tahun 1986, yang mengakhiri kediktatoran yang dimulai pada tahun 1972.
“Sekarang, kita bermimpi bahwa entah bagaimana kita dapat melakukan lagi apa yang terjadi pada tahun 1986 ketika ada suara Gereja yang kuat, tanggapan yang sangat mendukung dari masyarakat, dan dukungan militer,” kata Uskup Pabillo.
Dia mengatakan pemberontakan “kekuatan rakyat” tahun 1986 terjadi setelah proses penyadaran yang memakan waktu.
“Awalnya, tampak malu. Meragukan. Ada beberapa yang progresif tetapi banyak uskup yang sangat konservatif, ” katanya.
“Hanya beberapa suara kenabian yang mulai berbicara,” katanya, menambahkan bahwa pada akhirnya tiba saatnya berbagai kekuatan untuk bersatu.
“Kita tidak sabar bahwa Gereja belum cukup berbicara,” katanya.
“Kita tidak sabar karena masyarakat tidak turun ke jalan, masih banyak dukungan untuk Duterte,” tambahnya.
“Kita juga harus menjalani proses untuk membuat orang sadar sehingga kita bisa sampai pada tahap yang matang sehingga orang bisa keluar sebagai satu kesatuan,” kata Uskup Pabillo.