Umat Katolik di Sri Lanka telah mengampuni mereka yang berada di balik pemboman Paskah tahun lalu yang menewaskan sedikitnya 259 orang, termasuk 37 warga negara asing, dan melukai 500 lainnya pada 19 April 2019.
“Kami memaafkan mereka,” kata Kardinal Malcolm Ranjith, Uskup Agung Kolombo, pada Misa Minggu Paskah pada 12 April, Vatikan News melaporkan.
Dia mengatakan bahwa minoritas Katolik di negara itu telah merenungkan pesan harapan Yesus dan mengurangi ketegangan.
“Kami menawarkan cinta kepada musuh yang mencoba menghancurkan kami,” kata pemimpin gereja saat Misa yang disiarkan langsung dari kediamannya.
“Kami tidak membenci mereka dan membalas mereka dengan kekerasan. Kebangkitan adalah penolakan total terhadap keegoisan, ”katanya.
Setidaknya sembilan aksi bom bunuh diri menghantam dua gereja Katolik, sebuah gereja evangelis, dan tiga hotel pada Minggu Paskah tahun lalu. Para pelaku, yang diyakini anggota National Thowheeth Jama’ath, melakukan serangan terkoordinasi di Gereja St Sebastian di Negombo, Gereja St Anthonius di Kotahena, dan Gereja Zion di Batticaloa.
“Kami merenungkan ajaran-ajaran Kristus dan mengasihi serta memaafkan mereka,” katanya.
Kardinal Ranjith telah berulang kali menyampaikan kritikan bahwa pihak berwenang tidak berusaha menghentikan para penyerang meskipun sudah ada laporan intelijen.
“Tidak hanya orang Katolik yang tewas, tetapi bom-bom itu juga membunuh umat Buddha, Hindu, dan Muslim,” kata kardinal itu.

Konferensi Uskup Katolik Sri Lanka sebelumnya telah meminta pemerintah untuk menunjuk sebuah komisi independen untuk melakukan penyelidikan yang tidak memihak dan membawa para pelaku ke pengadilan.
Polisi telah menangkap 135 orang sehubungan dengan serangan itu.
Kemudian presiden Maithripala Sirisena awalnya menyalahkan sekelompok garis keras Islamis atas pemboman itu, tetapi kemudian menuduh para pengedar narkoba internasional terlibat dalam serangan itu. Seorang juru bicara perdana menteri saat itu Ranil Wickremesinghe menyangkal klaim Sirisena yang menyalahkan pengedar narkoba.