Paus Fransiskus mengatakan dia “sangat sedih” dengan keputusan pemerintah Turki untuk mengubah museum Hagia Sophia kembali menjadi masjid.
“Saya memikirkan Hagia Sophia dan saya sangat sedih,” kata Paus Fransiskus dalam komentar setelah memimpin doa Angelus siang hari pada 12 Juli.
Komentar singkatnya disambut tepuk tangan dari kerumunan kecil yang berkumpul di Lapangan Santo Petrus untuk kesempatan itu.
Laporan-laporan berita dari Rusia sebelumnya telah mengkritik Paus Fransiskus karena “diam” atas keputusan pemerintah Turki.
Gereja-gereja Ortodoks berpendapat bahwa netralitas Hagia Sophia sebagai museum berfungsi sebagai pemersatu antara Timur dan Barat.
Patriarkat Ortodoks Rusia dikutip dalam laporan berita menyatakan keprihatinan mereka dan mengatakan bahwa suara gereja-gereja Ortodoks lainnya “belum terdengar.”
Setelah debat selama berbulan-bulan, Pengadilan Negeri Turki memutuskan pada 10 Juli, untuk mengembalikan Hagia Sophia di Istanbul, salah satu monumen paling ikonik bagi agama Kristen dan Islam, menjadi sebuah masjid.

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengumumkan bahwa doa-doa umat Muslim di Hagia Sophia akan dimulai pada 24 Juli.
Di masa lalu, ia telah berulang kali menyerukan agar bangunan yang menakjubkan itu diganti namanya menjadi masjid, dan pada 2018 ia membacakan sebuah ayat Alquran di Hagia Sophia.
Surat kabar Vatikan Osservatore Romano memuat reaksi dari berbagai negara tentang keputusan tersebut.
Dibangun atas perintah Kaisar Bizantium (Romawi Timur) Yustinianus I, bangunan berusia 1.500 tahun ini, selama berabad-abad adalah jantung Gereja Timur, yang berfungsi sebagai katedral utama kekaisaran Bizantium.
Bangunan itu diubah menjadi masjid setelah kekalahan Konstantinopel, sekarang disebut Istanbul, oleh Ottoman pada tahun 1453.
Monumen itu dimasukkan dalam daftar situs Warisan Dunia UNESCO pada tahun 1985.
Bangunan ini dibuka sebagai museum pada tahun 1935, setahun setelah keputusan Dewan Menteri Turki disetujui oleh pendiri Turki modern, Mustafa Kemal Ataturk.
Sejak itu, ia berfungsi sebagai simbol sekularisasi maupun persatuan dan terbuka bagi semua agama.
Pekan lalu, Paus Fransiskus juga dikecam karena mengabaikan sebagian teks Angelus untuk memohon kebebasan beragama dan hak asasi manusia di Hong Kong.
Dia belum berbicara tentang masalah ini.